Sunday, August 06, 2006

AL- IHSAN

Abdullah bin Dinar berkisah, bahwa pada suatu hari ia berjalan dengan khalifah Umar r.a. dari Madinah menuju Mekah. Ditengah perjalanan mereka berjumpa dengan seorang anak gembala yang sedang turun dari tempat gembalaan dengan membawa kambing yang banyak.

Khalifah Umar ingin menguji sikap amanah si gembala. Antara keduanya terjadi percakapan . “Wahai gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu itu” ! ujar khalifah. Anak gembala menjawab:” Tuan, aku ini hanya seorang budak”. “Katakan saja kepada tuanmu, bahwa anak kambing itu telah dimakan serigala” ujar Khalifah. Dengan tegas anak gembala berkata :” Fa ainallah ? (kalau begitu di manakah Allah ?).

Pertanyaan “Fa ainal Lah” memang pendek tetapi kalimat tersebut cukup untuk mengguncang jiwa khalifah dan memancing ingatan terhadap firman Allah “ Dan, Dia (Allah) beserta kamu dimanapun kamu berada, dan melihat apa yang kamu perbuat”. (Q.S. al-Hadid (57) : 4). Juga firmanNya “Tidaklah ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia yang keempat, dan tidak lima orang melainkan Dia yang keenam, tidak kurang dan tidak lebih dari pada itu, melainkan Dia beserta mereka dimanapun mereka berada “ (Q.S. Surah Al-Mujadalah (58) : 7).

Seakan anak gembala berkata “Memang, majikan saya yang memiliki ternak ini bisa saja saya tipu, ia tidak melihat apa yang saya lakukan disini, tetapi bagaimana saya akan menipu Allah ? bukankah Allah melihat semua yang saya lakukan. Dia mengetahui apa yang terbersit dalam hati manusia, sekecil apapun.

Khalifah Umar menangis haru. Iapun mengajak si anak gembala menjumpai majikannya untuk dimerdekakan. Setelah dimerdekakan, Umar berkata :” Kalimat fa ainallah telah memerdekaknmu di dunia ini. Semoga iapun akan memerdekakanmu di akherat kelak”. Dalam ajaran Islam sikap anak gembala tadi, yang “selalu merasa dilihat Allah SWT dimanapun ia berada” disebut “Ihsan”. Ihsan adalah puncak kesadaran seorang muslim. Karena saat ihsan telah menghunjam dihati seorang muslim, maka dimanapun dan kapanpun ia akan selalu sadar diri, sehingga hidupnya tertuntun. Saat ia melakukan ketaan, ia sadar bahwa Allah melihatnya. Ia juga akan malu melakukan maksiat, sebab dia merasa bahwa pandangan Allah tak mungkin lepas dari dirinya. Dalam kesendirianpun ia merasa dilihat dan diawasi oleh Allah SWT. Keyakinan bahwa Allah itu dekat dan mengetahui segala yang kita lakukan (ihsan) pada hakekatnya adalah ketakwaan. Dengan berkarakter “Ihsan” Ia selalu merasakan kehadiran Allah, dimanapun ia berada.

Untuk mempertahankan sikap ihsan yang sama dengan mempertahankan iman, itu ada lima faktor, yaitu : Membekali diri dengan ilmu yang bisa mengantar kita semakin mengenal Allah SWT ;Bersahabat dengan orang saleh. Karena menurut Rasul, seseorang itu akan mengikuti agama, keyakinan dan kebiasaan sahabat karibnya. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi) ;Menjadikan agama sebagai nasihat. Artinya saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, minimal dalam lingkup terdekat.Konsisten ( istiqamah ) dalam beramal. Karena pengamalan melahirkan pengalaman, maka rutinkan diri dalam beramal dan bermuhasabah ;Berdoa untuk memohon kepada Allah SWT agar dikaruniai sikap ihsan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home