Monday, August 07, 2006

BEKAL DALAM BERHAJI

Ibadah haji pada hakekatnya adalah perjalanan menghampiri Allah SWT dengan mendatangi rumahNya, baitullah, yaitu Ka’bah di Mekah. Sebagai perjalanan mendekati Allah SWT, haji harus dilakukan secara tulus, terlepas dari motif-motif yang bersifat duniawi, seperti mencari pangkat, status sosial, atau berbangga diri.

Ketulusan hati itu tampak jelas dalam ayat al-Qur’an yang memerintahkan haji. “Karena Allah SWT , wajib bagi manusia untuk menynaikan ibadah haji, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah” (Q.S. Ali Imron :97). “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah SWT”. (Q.S. Al-Baqarah : 196).

Perintah haji dalam dua ayat diatas ditekankan harus lillah, tulus karena Allah SWT. Redaksi demikian tidak ditemukan di ayat lain yang isinya perintah untuk beribadah, seperti shalat, puasa dan zakat. Meskipun pada dasarnya semua ibadah harus lillah, terlebih lagi haji yang menuntut perjuangan dan kerja keras, lahir dan batin dalam waktu yang cukup lama. Menurut Ali Syariati, haji dipandang sebagai gerakan (harakah) menuju kesempurnaan. Dengan sendirinya dibutuhkan bekal atau energi. Dan bekal yang terbaik adalah takwa. “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (al-Baqarah : 197).

Bekal takwa itu, ujar Imam Al-Ghazali dalam al-Arbain fi Ushul al-Din mengandung beberapa makna yang perlu diperhatikan oleh para hujjaj, yaitu :
  1. Ongkos naik haji dan semua biaya yang digunakan adalah halal, bukan hasil curian. Sebab harta yang halal akan mencerahkan hati dan melapangkan perjalanan.
  2. Para hujjaj tidak membawa barang dagangan agar hati mereka tidak bercabang dan dapat berkonsentrasi untuk ibadah.
  3. Para hujjaj dianjurkan banyak melakukan amal kebajikan dalam perjalanan dan selama di tanah suci.
  4. Menjunjung tinggi moralitas dan keluhuran budi pekerti dengan tidak berkata kotor (rafats), tidak melanggar hukum-hukum Tuhan (fasik), dan tidak berbantah-bantahan dengan maksud merendahkan orang lain (jidal).
Imam Gazali menyebut satu lagi bekal yang harus diperhatikan, yaitu sikap sabar dan tahan uji. Semua kesulitan, jelasnya, akan mampu dihadapi bila benar-benar lillah, tulus karena Allah SWT. Berbagai kesulitan harus dihadapi dengan penuh kesabaran sebagai bagian dari tanda-tanda kemabruran haji.

Dengan berbekal energi takwa, para hujjaj Insya Allah akan meraih haji mabrur. Haji yang baik, diterima Allah SWT, dan mendapat perkenan-Nya. Semoga berhasil.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home